Minggu, 07 Juli 2013

BUDAYA ORGANISASI


Budaya Organisasi Menurut Para Ahli- Kata budaya (Culture) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu Antropologi ; yang oleh Killman . et. Al (dalam Nimran, 2004 : 134) diartikan sebagai Falsafah, ideologi, nila-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.
Kini konsep tersebut telah pula mendapat tempat dalam perkembangan ilmu perilaku organisasi, dan menjadi bahasan yang penting dalam literatur ilmiah dikedua bidang itu dengan memakai istilah budaya organisasi
Ø  Menurut Robbins  (1999 : 282) semua organsasi mempuyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya
Ø  Gibson (1997 : 372) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut


Tingkatan Budaya Organisasi
Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam sebuah organisasi,, dari yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai pada yang tersembunyi. Schein (dalam Mohyi 1996: 85) mengklasifikasikan budaya organisasi dalam tiga kelas, antara lain :
1.    Artefak 
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2.    Nilai-nilai yang mendukung
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi
3.    Asumsi dasar
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka

Sementara Lundberg (dalam Mohyi, 1999:196)dalam studinya yang melanjutkan penelitian (pendapat) Schein dan menjadikan tingkatan budaya organisasi sebagai topik utama mengklasifikasikan budaya organisasi dalam empat kelas, yaitu
1)    Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2)    Perspektif
Perspektif adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota menyadari perspektif ini.
3)    Nilai
Nilai ini lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat organisasi dalam menjalankan misinya

4)    Asumsi
Asumsi ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai 

Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Menurut Ndraha (1997 : 21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu :
Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
Sebagai pengikat suatu masyarakat
Sebagai sumber
Sebagai kekuatan penggerak
Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
Sebagai pola perilaku
Sebagai warisan
Sebagai pengganti formalisasi
Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation – state

Sedangkan menurut Robbins (1999:294) fungsi budaya didalam sebuah organisasi adalah :
Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas
Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi
Budaya mempermudah timbulnya komitmen
Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial


Tipologi Budaya Organisasi

Ada beberapa tipologi budaya organisasi. Kotter dan Heskett (1998) mengkategorisasi jenis budaya organisasi menjadi tiga yaitu budaya kuat dan budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan strategik; dan budaya adaptif. Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat dilihat oleh orang luar sebagai memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya organisasi yang kuat ini nilai-nilai yang dianut bersama itu dikonstruksi ke dalam semacam pernyataan misi dan secara serius mendorong para manajer untuk mengikutinya. Karena akar-akarnya sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang kuat cenderung tidak banyak berubah walaupun ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins (1990) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan budaya yang kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat pula budaya tersebut. Sebaliknya organisasi yang berbudaya lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat sehingga jatidiri organisasi tidak begitu menonjol dan kemungkinan besar nilai-nilai yang dianut pun berubah setiap pergantian pimpinan atau sesuai dengan kebijakan pimpinan yang baru.
Jenis budaya yang cocok secara strategik memiliki perspektif yang menegaskan tidak ada resep umum untuk menyatakan seperti apa hakikat budaya yang baik itu, hanya apabila “cocok” dengan konteksnya. Konteks itu dapat berupa kondisi objektif dari organisasinya, segmen usahanya yang dispesifikasi oleh strategi organisasi atau strategi bisnisnya sendiri. Konsep kecocokan sangat bermanfaat khususnya dalam menjelaskan perbedaanperbedaan kinerja jangka pendek dan menengah. Esensi konsepnya mengatakan bahwa suatu budaya yang seragam tidak akan berfungsi. Oleh karena itu, beberapa variasi dibutuhkan untuk mencocokan tuntutan-tuntutan spesifik dari bisnis-bisnis yang berbeda itu.
Budaya adaptif didasari pemikiran bahwa organisasi merupakan sistem terbuka dan dinamis yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk dapat meraih sukses dalam lingkungan yang senantiasa berubah, organisasi harus tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dapat membaca kecenderungan-kecenderungan penting dan melakukan penyesuaian secara cepat. Budaya organisasi adaptif memungkinkan organisasi mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi tanpa harus berbenturan dengan perubahan itu sendiri.
Selanjutnya, Luthans (1992) memaparkan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi:
-Norma-norma 
-Nilai-nilai yang dominan 
-Filosofi 
-Aturan-aturan 
-Iklim organisasi.                 
Semua karakteristik budaya organisasi tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dalam arti bahwa unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa maupun organisasi yang menghasilkan produk barang.
Robbins (1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya organisasi, yaitu:
-Inisiatif individu 
-Toleransi terhadap risiko 
-Pengarahan 
-Integrasi 
-Dukungan manajemen 
-Pengawasan 
-Identitas 
-Sistem penghargaan 
-Toleransi terhadap konflik 
-Pola komunikasi.
Inisiatif individual adalah seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko, menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik. Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas, menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan.


source: 
http://www.sarjanaku.com/2012/07/pengertian-budaya-organisasi-definisi.html
http://www.psychologymania.com/2013/01/tipologi-budaya-organisasi.html