Selasa, 27 Oktober 2015

CLOUD COMPUTING

Cloud computing atau komputasi awan merupakan definisi untuk teknologi komputasi grid (grid computing) yang digunakan pada pertengahan hingga akhir 1990-an. Jargon komputasi awan mulai muncul pada akhir tahun 2007, digunakan untuk memindahkan layanan yang digunakan sehari-hari ke Internet, bukan disimpan di komputer lokal lagi.
Cloud computing atau komputasi awan merupakan tren baru di bidang komputasi terdistribusi dimana berbagai pihak dapat mengembangkan aplikasi dan layanan berbasis SOA (Service Oriented Architecture) di jaringan internet.
Berbagai kalangan dapat menarik manfaat dari layanan komputasi awan ini baik sebagai solusi teknologi maupun mendapatkan manfaat ekonomis darinya.
Email yang tersedia dalam bentuk web mail merupakan contoh yang sangat kecil dari teknologi cloud computing. Dengan menggunakan layanan email seperti Gmail dan Yahoo Mail, orang tidak perlu lagi menggunakan Outlook atau aplikasi desktop lainnya untuk email mereka. Membaca email dengan browser memungkinkan dilakukan di mana saja sepanjang ada koneksi internet.
Pada tahun 2007, layanan lain termasuk pengolahan kata, spreadsheet, dan presentasi telah dipindahkan ke dalam komputasi awan. Google menyediakan pengolah kata, spreadsheet dan aplikasi presentasi di lingkungan komputasi yang awan dan terintegrasi dengan Gmail dan Google Calendar, menyediakan lingkungan kantor di web (atau di awan). Microsoft dan perusahaan lain juga bereksperimen dengan mengalihkan program-program ke awan untuk membuatnya lebih terjangkau dan lebih mudah diakses oleh pengguna komputer dan Internet. Perangkat lunak sebagai layanan (istilah Microsoft untuk komputasi awan) adalah barang yang sangat baru bagi kebanyakan orang di Microsoft.
Cloud computing saat ini sangat populer, selain dari pemain besar software seperti Microsoft dan Google, perusahaan lain bermunculan hanya untuk menyediakan layanan berbasis awan sebagai pengganti atau penyempurnaan aplikasi pada PC hari ini. Beberapa dari perusahaan tersebut adalah Zoho.com, sebuah office suite online, Evernote.com, merupakan sebuah situs yang ditujukan untuk catatan online , dan RememberTheMilk.com, manajemen tugas online.
Teknologi komputasi dan teknik pemrograman baru atau teknik pengembangan berubah dengan cepat, tujuan dalam komputasi awan nampaknya akan membuat teknologi menjadi sangat mudah dimata user dan menjadikannya sesederhana mungkin. Pengembangan berbasis internet sangat pesat saat ini dengan boomingnya blogging dan microblogging serta layanan jejaring sosial yang bertujuan untuk menemukan cara baru membantu individu dan bisnis untuk dapat berkomunikasi satu sama lain di arena komputasi awan


Sumber :

PENERAPAN E - GOVERMENT DI PEMERINTAHAN

Berada dalam arus gencarnya globalisasi, demokratisasi dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) tidak dapat melepaskan kita dari tuntutan penerapan teknologi. Hal ini juga pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan layanan pemerintahan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka salah satu upaya peningkatan layanan tersebut adalah dengan implementasi electronic government (e-government).
            Esensi dari implementasi E-government (e-gov) adalah proses pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat untuk membantu menjalankan sistem pemerintahan secara lebih efisien. Dari pengertian tersebut tersirat bahwa terdapat dua acuan dalam  implementasi e-gov yaitu :
1.    Penggunaan teknologi informasi (salah satunya internet) sebagai alat bantu
2.    Digunakan bertujuan agar pemerintahan dapat berjalan lebih efisien.
Kendati demikian, e-gov tidak serta merta mengganti pola komunikasi pemerintah dalam berhubungan dengan masyarakat. Dalam konsep e-gov, masyarakat masih bisa berhubungan dengan pos-pos pelayanan, berbicara melalui telepon untuk mendapatkan pelayanan pemerintah, atau mengirim surat. Sehingga e-gov pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan arus hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain dengan menggunakan alat bantu yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien.
E-government dapat digolongkan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
1.       Tingkat pertama adalah pemerintah mempublikasikan informasi melalui website.
2.       Tingkat kedua adalah adanya interaksi antara masyarakat dan kantor pemerintahan melaui e-mail atau komunikasi elektronik lainnya.
3.       Tingkat ketiga adalah masyarakat pengguna dapat melakukan transaksi dengan kantor pemerintahan secara timbal balik.
4.       Level terakhir adalah integrasi di seluruh kantor pemerintahan, di mana masyarakat dapat melakukan transaksi dengan seluruh kantor pemerintahan yang telah mempunyai pemakaian data base bersama.

Lalu dimanakah posisi Kota Tangerang ?
Menurut pengamatan saya, penerapan e-gov di Pemerintah Kota Tangerang masih pada Tahap Kedua walaupun beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) telah mulai masuk pada tahap ketiga.  Hal ini ditandai dengan adanya Website Pemerintah Kota Tangerang yang didalamnya terdapat informasi dan adanya buku tamu yang dapat dijadikan sarana komunikasi masyarakat. Memang belum bersifat "live chat", namun hal ini menunjukkan bahwa ada komitmen dari Pemerintah Kota Tangerang untuk membuka ruang komunikasi. Dari segi kuantitas informasi, website yang ada belum dapat menyampaikan informasi yang komprehensif dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Tangerang. Informasi yang tersedia hanya bersifat "common informations" yang belum menyentuh pada kebutuhan layanan masyarakat. Kami melihat hal ini terjadi karena kurangnya kontribusi informasi yang signifikan dari setiap SKPD.
Salah satu SKPD yang telah memasuki tahap ketiga adalah Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kota Tangerang. SKPD ini telah memiliki situs tersendiri namun linknya dapat diakses dari situs Pemerintah Kota Tangerang. Dalam Situs ini terdapat informasi seputar kepegawaian yang mungkin berguna bagi para pegawai dilingkungan Pemerintah Kota Tangerang serta masyarakat secara umum.
Dalam situs tersebut telah ada fasilitas layanan komunikasi yang digunakan untuk layanan konsultasi kepegawaian serta pendaftaran CPNS online. Layanan konsultasi kepegawaian dilaksanakan melalui sarana buku tamu, email maupun melalui "live chat" yang disediakan dengan menggunakan aplikasi yahoo messenger. Sedangkan layanan Pendaftaran CPNS Online dibangun dengan bahasa pemrograman PHP dan data base MySql.

Sehingga dapat dikatakan e-gov pada kota Tangerang belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk membantu kegiatan dalam pemerintahan kota Tangerang sehingga butuh peran penting antara pemerintah dan masyarakat Kota Tangerang untuk menjadikan e-gov kota Tangerang lebih baik dan lebih bermanfaat untuk pembangunan kota ini.

Sumber :

IPHONE APPLE 6 DI INDONESIA

Apple Iphone 6 yaitu smartphone terkini dari Apple yang diumumkan dengan segudang keunggulan disbanding dengan versi iphone sebelumnya apalagi jika dibandingkan dengan handphone dari produk lain, iphone 6 sangat memiliki perbedaan yang sangat menonjol. Smartphone ini diluncurkan dengan kualitas design yang baik yaitu layar sentuh yang sangat sensitive dan bahan paling penting memakai alumunium serta karbon. Karena ponsel ini bisa memberikan nuansa yang menawan, indah, user experience untuk para pemakainya.
Untuk masalah layar gadget ini mempercayakan pada layar yang memiliki dua versi yaitu ukuran 4,7 inchi dan 5,7 inchi. Dengan ukuran berbeda otomatis harga yang ditawarkan juga memiliki perbedaan disesuaikan dengan ukuran layar tetapi memiliki spesifikasi yang sama. Penggunaan pada layar yang dapat menggerakan navigasi yang baik dan mudah dibantu dengan sensitive touchscreen yang ditanamkan pada layar iphone ini.
Banyak fitur yang dibenamkan pada smartphone ini buat tingkatkan daya tarik pemakai yang berimbas pada penambahan finansial buat perusahaan itu. Salah satu teknologi terkini yang ditanamkan pada gadget ini yaitu browser augmented reality, dimana perannya amat utama saat pemakaian sedang mencari data atau info di internet. Dengan unsure tiga dimensi yang bisa dijadikan satu situasi yang real di dalam browser itu.
Hal yang lain yang berguna bagi pemakai, smartphone ini bisa menjadi yang paling baik lantaran bisa bertahan lama dengan penggunaan yang wajar dan bisa tahan terhadap air. Ada banyak kelebihan lain yang dimiliki ponsel ini, sesuai dengan yang ditawarkan relative mahal untuk kelompok kelas menengah ke bawah.
Dengan ukuran 6 mm smartphone ini tampak lebih tipis digabungkan dengan variasi warna putih yang dibalut dengan tubuh alumunium karbon yang tampak semakin menajubkan. Gadget ini diluncurkan dengan 2 variasi ukuran serta dibanderol dengan harga yang berbeda. Ukuran layar yang berbeda itu juga dibedakan dengan ukuran penyimpanan internal yang dibenamkan pada masing-masing yaitu 64 GB serta 128 GB.
Pada sisi kamera, gadget ini memanfaatkan kamera yang cukup maksimal yaitu 8 MP buat kamera belakang dengan feature yang baik terlebih dalam tingkatan kemampuan pada sinar rendah yang digabungkan dengan a7 soc. Ada teknologi baru yang ditanamkan pada feature kameranya yaitu light field yang sangat mungkin orang untuk konsentrasi kembali pada gambar yang telah di foto atau di ambil.
Teknologi ini bekerja dengan meraih segi sinar yang bisa seutuhnya kembali konsentrasi pada gambar yang buram atau blur. Ada banyak lagi feature yang belum terekspose ke umum, terlebih kamera sekunder atau kamera depan yang umum dipakai oleh pihak iphone tidak akan lebih dari 5 MP.
Kelihatannya buat masalah peyimpanan internal tidak akan jauh berbeda dengan iphone sebelumnya yang telah menggunakan penyimpanan internal yang begitu besar sampai 128 GB. Penyimpanan yang besar ini bisa memasukkan apa pun yang pemakai kehendaki terlebih video dengan kemampuan atau ukuran yang besar.
Kelebihan Apple Iphone 6, yaitu :
·         Gadget ini dilengkapi dengan jaringan 4G yang digunakan untuk akses internet cepatup to 42 mbps
·         Ukuran layar yang tidak terlalu besar mempermudah beberapa pemakai dalam membawanya
·         Memiliki proteksi yang baik seperti water resistant, sapphire crystal glass sertaoleophobic coating
·         Memori internal yang dapat di upgrade up to 128 GB
·         Kamera utama 8 MP
·         System operasi ios 8 yang disebut sistem operasi versi terkini yang dipunyai apple inc
·         Memakai processor quadcore yakni 4 processor yang digunakan dengan cara bersamaan untuk mendukung semua kesibukan pemakai terlebih dalam hal multitasking
·         Mempunyai konektifitas seperti Bluetooth, GPS, USB, NFC yang memiliki kegunaan yang berbeda-beda serta dapat digunakan oleh pengguna dalam aktifitas sehari-hari.

Kekurangan Apple Iphone 6, yaitu :
·         Ukuran baterai yang masih memiliki kapasitas standard untuk suatu gadget seperti apple.
·         Tidak terlalu banyak memiliki variasi warna
·         Tidak ada radio untuk para pengguna yang senang mendengarkan acara di radio


Sumber :

MODUS-MODUS KEJAHATAN DALAM TEKNOLOGI INFORMASI

MODUS-MODUS KEJAHATAN DALAM TEKNOLOGI INFORMASI

Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.
Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan "CyberCrime" atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus "CyberCrime" di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet.

Pengertian Cybercrime
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. Beberapa pendapat mengindentikkancybercrime dengan computer crimeThe U.S. Department of Justicememberikan pengertien computer crime sebagai:
 “…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”.


Pengertian tersebut identik dengan yang diberikan Organization of European Community Development, yang mendefinisikan computer crime sebagai:
“any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data”.
Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang komputer”, mengartikan kejahatan komputer sebagai:
”Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”.
Dari beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.

Karakteristik Cybercrime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai berikut:
a.                  Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.
b.                  Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.

Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:
1.                  Ruang lingkup kejahatan
2.                  Sifat kejahatan
3.                  Pelaku kejahatan
4.                  Modus Kejahatan
5.                  Jenis kerugian yang ditimbulkan

Jenis Cybercrime
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
a.                  Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan port merupakan contoh kejahatan ini.
b.                  Illegal Contents
Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
c.                   Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
d.                  Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
e.                   Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.



f.                   Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
g.                  Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
h.                  Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
i.                    Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.


j.                    Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
k.                  Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut :
·                     Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
·                     Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya.
·                     Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
·                     Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai DoktorNuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.

Berdasarkan Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :
a.   Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
b.   Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.

Berdasarkan Sasaran Kejahatan
Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti berikut ini :
a.             Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)
Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
·                     Pornografi
Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
·                     Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
·                     Cyber-Tresspass
Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.
b.             Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
c.              Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnyacyber terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.

Penanggulangan Cybercrime
Aktivitas pokok dari cybercrime adalah penyerangan terhadap content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyberspace. Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini cara penanggulangannya :
a.             Mengamankan sistem
Tujuan yang nyata dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sistem secara terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan tersebut. Membangun sebuah keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized actions yang merugikan. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan data. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melaui jaringan juga dapat dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP, SMTP, Telnet dan pengamanan Web Server.
b.             Penanggulangan Global
The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, dimana pada tahun 1986 OECD telah memublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime : Analysis of Legal Policy. Menurut OECD, beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah :
1.                  melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya.
2.                  meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
3.                  meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
4.                  meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
5.                  meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime.

Perlunya Cyberlaw
Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana maupun perdatanya.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Banyak kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1 bahwa undang-undang ini secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet, misalnya KUH Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan jika dilakukan di tempat umum.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.

Perlunya Dukungan Lembaga Khusus
Lembaga-lembaga khusus, baik milik pemerintah maupun NGO (Non Government Organization), diperlukan sebagai upaya penanggulangan kejahatan di internet. Amerika Serikat memiliki komputer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) sebagai sebuah divisi khusus dari U.S. Departement of Justice. Institusi ini memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.

PERUBAHAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI DAMPAK KONVERGENSI TELEMATIKA

ABSTRAK
Artikel ini hendak menjelaskan konvergensi telematika (telekomunikasi, media, dan informatika) sebagai sebuah fenomena yang telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam tatanan masyarakat yang menciptakan suatu masyarakat yang berorientasi pada informasi (information society) dan mengakibatkan terjadinya benturan paradigma hokum sehingga menciptakan paradigma hokum baru dalam sistem hukum yang selama ini dianut di Indonesia. Permasalahan yang diangkat adalah perubahan paradigma hukum seperti apa yang terjadi sebagai akibat adanya fenomena konvergensi telematika. Tujuan yang hendak dicapai adalah mencoba untuk menjelaskan bahwa proses konvergensi telematika yang saat ini terjadi telah menciptakan terminologi-terminologi baru dalam hukum sehingga dari munculnya terminologi-terminologi baru tersebut terjadi proses perubahan paradigma hukum. Proses perubahan tersebut dilihat juga sebagai dampak terjadinya perubahan secara sosial dan ekonomi yang dipicu oleh perkembangan teknologi informasi.

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi ternyata telah berdampak pada terjadinya perubahan pada tatanan masyarakat yang berbasiskan informasi, kreativitas intelektual dan ilmu pengetahuan. Kondisi tersebut telah meningkatkan aktifitas sosial, budaya dan ekonomi di dalam masyarakat, sehingga proses perubahan tersebut secara insidentil maupun by design telah membentuk suatu perubahan tatanan masyarakat baru. Proses perubahan tersebut kemudian tanpa disadari saat ini telah membuat dunia memasuki suatu era informasi (information age) yang telah menciptakan suatu masyarakat yang berorientasi pada informasi (information society), dimana informasi sebagai kebutuhan tidak lagi dipandang sebagai sebuah entitas pelengkap atau gaya hidup saja, namun sudah menjadi bagian dari kehidupan yang membantu “proses kehidupan” tersebut menjadi lebih mudah.
Perubahan bentuk masyarakat menjadi suatu masyarakat informasi memicu perkembangan teknologi informasi menjadi kian pesat sehingga terciptalah perangkat-perangkat informatika yang paling canggih dan jaringan sistem informasi yang kian rumit dan handal, serta mampu memenuhi permintaan semua lapisan masyarakat. Beberapa diantaranya ditandai dengan lahirnya produk-produk teknologi baru yang memadukan kemampuan sistem informasi dan sistem komunikasi yang berbasiskan sistem komputer yang selanjutnya terangkai dalam satu jaringan (network) sistem elektronik yang selama ini dikenal dengan istilah international networking (internet). Pesatnya perkembangan produk-produk teknologi baru tersebut pada akhirnya juga menyulitkan pemisahan teknologi informasi, baik antara telekomunikasi, media dan informatika merupakan dinamika konvergensi. Proses konvergensi tersebut menghasilkan sebuah revolusi “broadband” yang menciptakan berbagai aplikasi baru yang pada akhirnya mengaburkan pula batasan-batasan jenis layanan.
Suatu masyarakat informasi tentunya dalam upaya untuk mencapai tujuannya sangat
memerlukan instrumen hukum sebagai sebuah perangkat (tool) yang akan menjaga perubahan
tersebut agar dapat bekerja dengan baik dan tertib. Baik perubahan maupun ketertiban merupakan tujuan kembar dari masyarakat yang sedang membangun (dalam hal ini adalah masyarakat informasi), sehingga hukum menjadi suatu sarana yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam proses pembangunan khususnya di era konvergensi telematika yang saat ini terjadi .
Dinamika perubahan dalam konvergensi telematika tersebut tentunya akan “memaksa” hukum, baik dari sisi perangkat peraturannya maupun dari sisi infrastruktur penegakan hukumnya, untuk bisa beradaptasi dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dalam konvergensi di bidang teknologi telekomunikasi, media dan informatika tersebut. Jika tidak mampu beradaptasi, maka perubahan-perubahan tersebut akan menimbulkan beberapa permasalahan-permasalahan.
Kondisi tersebut tentunya akan mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi dalam paradigma hukum dan masyarakat, karena pemanfaatan yang luas dari adanya konvergensi teknologi telekomunikasi, media dan informatika tidak saja mempengaruhi aktifitas sosial, ekonomi dan teknologi informasi, namun juga telah mengarah pada terbentuknya suatu paradigma hukum yang baru, di mana di era globalisasi seperti sekarang ini mau tidak mau akan memaksa hukum menjadi terkonvergensi agar sejalan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh globalisasi.
Perubahan paradigma hukum tersebut diantaranya adalah keberadaan asas-asas dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku yang selama ini dibatasi oleh paradigma sektoral dan teritorial, kini seakan mengarah pada pola integrasi yang “memaksa” keberlakuan suatu paradigma hukum baru secara gelobal dan lintas sektoral akibat dari adanya proses globalisasi. Konsekwensinya, keberadaan fenomena konvergensi telematika yang saat ini ada seakan telah memudarkan batasanbatasan yang ada berikut lingkup perbedaannya di mana aturan-aturan hukum itu sendiri juga seakan telah berevolusi seiring dengan arus modernisasi dan perkembangan zaman.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dipilih dalam artikel ilimiah ini adalah metode penelitian hukum, dengan menggunakan Pendekatan Konseptual (conceptual approach), yaitu pendekatan ini beranjak dari teori-teori, pandangan-pandangan, dan doktrin-doktrin yang berkembang baik di dalam ilmu hukum maupun ilmu-ilmu lain yang terkait dengan obyek penelitian.
Bahan penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah Bahan Hukum, yaitu terdiri dari bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki tata urutan peraturan perundangan dan bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang terdiri dari: putusan pengadilan, buku-buku hukum, disertasi atau hasil-hasil penelitian hukum dan jurnal hukum atau artikel hukum yang diterbitkan di dalam maupun luar negeri. Disamping itu juga digunakan Bahan Non Hukum, yaitu bahan penelitian yang dipersiapkan untuk menambah, membandingkan, dan memperkaya analisis terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Bahan penelitian non hukum ini terdiri dari buku-buku atau literatur, hasil-hasil penelitian non-hukum, artikel-artikel maupun jurnal ilmiah yang berasal dari luar ilmu hukum yang masih memiliki relevansi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Selanjutnya analisis bahan penelitian yang digunakan adalah dengan cara deskriptif analitis, yang artinya memberikan penjelasan dan uraian secara sistematis dan komprehensif atas hasil-hasil yang diperoleh dari bahan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konvergensi telematika adalah fenomena yang tidak dapat dihindari di era globalisasi dan perkembangan masif teknologi informasi, dengan hadirnya konvergensi telamtika, dalam tataran sosiologis, telah mengalami perubahan signifikan pada tiga dimensi pola interkasi sosial manusia, yaitu: perilaku manusia (human action), interaksi antar-manusia (human interaction), dan hubungan antar manusia(human relations). Perubahan pola interaksi tersebut secara nyata ditunjukan dengan banyaknya hubungan dagang atau bisnis yang dilakukan, baik yang dilakukan oleh negara, perusahaan maupun individu, saat ini tanpa melalui pertemuan face to face(bertatap muka secara langsung), tanpa kertas (paperless), serta melewati batas-batas yurisdiksi teritorial hukum wilayah suatu negara.
Pola interaksi sebagaimana telah dijelaskan di atas kemudian secara perlahan dan bertahap memunculkan terminologi-terminologi hukum baru, seperti dokumen elektronik, tandatangan elektronik (digital signature), informasi elektronik, transaksi elektronik, sistem elektronik, kontrak elektronik, sertifikat elektronik, penyelenggara sistem elektronik dan sebagainya.
Terminologi-terminologi hukum baru tersebut dalam perkembangannya telah membentuk tanpa batas yang didukung oleh proses serba instan, fleksibel, murah dan masif. Karakter seperti ini akan menjadi tantangan baru bagi paradigma hukum yang saat ini eksis (baca: tradisional). Misalnya, dalam transaksi kontrak melalui e-commerce, identitas dari pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut sulit untuk diverifikasi, karena kedua belah pihak tidak saling bertemu secara fisik, melainkan hanya berinteraksi dan melakukan hubungan melalui media elektronik yang dinamakan internet.
Pada lingkup sebagaimana dijelaskan di atas, pergeseran paradigma hukum tradisional
sesungguhnya terjadi dalam beberapa hal, yaitu a). Pergeseran dari karakter tertulis menjadi tidak tertulis; b). Pergeseran dari wujud dokumen (paper) menjadi non dokumen (paperless); dan c). Pergeseran dari karakter konvensional menjadi e-based. Sehingga, dalam konteks kekinian, telah terjadi pergeseran paradigma hukum dari tradisional ke paradigma hukum modern yang dipicu oleh proses konvergensi telematika. Pergeseran paradigma hukum dari tradisional ke modern tersebut merupakan wujud respon hukum yang cenderung berinteraksi dengan aspek-aspek di luar hukum seperti ekonomi (bisnis dan perdagangan).
Dalam konteks ekonomi, pergeseran tersebut menimbulkan perubahan-perubahan yang cukup memberikan dampak yang luas, diantaranya adalah mengubah situasi pasar (marketplace), termasuk mengubah cara masyarakat dalam menjalankan bisnis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari hilangnya atau tergantikannya fungsi-fungsi perantara tradisional, berkembangnya berbagai macam produk dan pasar baru, terciptanya hubungan yang lebih dekat antara penjual dan konsumen, serta meningkatnya fleksibilitas dan adaptabilitas di dalam organisasi atau perusahaan. Serangkaian perubahan tersebut terjadi, akibat dari perdagangan elektronik yang dilaksanakan melalui medium internet memiliki pengaruh cukup besar dan telah tampil sebagai kekuatan pendorong (catalys effect). Selanjutnya dapat dilihat dari semakin meningkatnya interaktivitas dalam perekonomian. Artinya, jika selama ini interaktivitas lebih banyak terjadi dengan cara pertunjukan-pertunjukan promosi yang dilakukan oleh perusahaan secara langsung kepada calon konsumennya, maka dengan
hadirnya e-commerce terjadi pergeseran sedemikian rupa, sehingga perusahaan-perusahaan, baik lokal maupun global, cukup mempromosikan dirinya melalui media internet yang terkoneksi di telepon seluluer, komputer portable, laptop hingga televisi, sehingga terjadi interaktivitas yang semakin intens dan beragam antara individu-individu dengan dunia secara luas.
Dalam perkembangan selanjutnya, dimana perangkat yang digunakan untuk melakukan akses atau interaktivitas tersebut juga mengalami pergeseran, yaitu dari perangkat Personal Computer (PC) yang relatif mahal dan rumit berganti dengan perangkat-perangkat lain yang lebih murah dan lebih mudah digunakan, seperti laptop, telepon maupun perangkat-perangkat teknologi informasi lainnya. Meningkatnya interaktivitas serta pergeseran perangkat yang dipergunakan ini, secara luas masyarakat memiliki kemampuan yang semakin besar untuk berkomunikasi dan bertransaksi kapan dan dimana pun. Intinya, komunikasi serta transaksi tidak lagi harus terhambat oleh batas-batas ruang dan waktu.
Di sisi yang lain juga akan meningkatkan keterbukaan dan transparansi dalam proses bisnis. Hal ini dimungkinkan terjadi karena perangkat teknologi informasi yang digunakan sebagai media e-commerce membuka peluang bagi mitra-mitra bisnis serta konsumen untuk lebih mudah mengakses berbagai informasi dan database. Lebih dalam, dimana keterbukaan dan transparansi ini berkembang menjadi strategi yang menentukan keberhasilan perusahaan-perusahaan bagi yang melakukan bisnis e-commerce. Hal ini kemudian berimplikasi pada terjadinya perubahan pada peran konsumen, yakni, konsumen tidak lagi hanya menjadi sasaran atau target penjualan, melainkan konsumen juga berperan dan turut menentukan proses desain serta penciptaan produk.
Yang terakhir, e-commerce telah mengikis arti penting yang dimiliki oleh ruang dan waktu. Berkurangnya arti penting waktu ini, antara lain tercermin dari kecenderungan bahwa e-commerce dapat mempercepat siklus produksi, memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk melakukan koordinasi lebih erat, serta memungkinkan konsumen-konsumen dan perusahaan-perusahaan untuk melakukan transaksi-transaksi bisnis selama 24 jam penuh.
Dalam konteks sosial, proses konvergensi telematika dapat dilihat melalui proses perubahan sosial, yang diantaranya terefleksikan dalam bentuk perubahan pola perilaku masyarakat dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat informasi. Dengan adanya perubahan sosial tersebut menunjukkan bahwa proses konvergensi telematika terjadi tidak dengan sendirinya (tidak independen dan tidak otonom). Artinya adalah, proses konvergensi telematika hidup dan berkembang melalui proses sosial, yaitu diciptakan, diserap dan dilembagakan oleh manusia (baik oleh individu-individu, organisasi-organisasi, maupun oleh masyarakat) sebagai agen.
Sifat tidak independen atau tidak otonom dalam proses konvergensi telematika tersebut apabila dikaitkan dengan perubahan sosial maka menunjukkan bahwa konvergensi telematika sebagai hasil olah pikir manusia hanyalah merupakan enabling factor dan facilitating factor bagi terjadinya perubahan sosial, termasuk perubahan pada cara manusia dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Perubahan sosial dalam proses konvergensi telematika tersebut kemudian memfasilitasi terbentuknya struktur-struktur baru atau tatanan-tatanan baru yang dalam hal ini adalah paradigma hukum baru.
Keyakinan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: Pertama, faktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri (sebab-sebab internal). Faktor internal antara lain dapat disebutkan misalnya pertambahan penduduk atau berkurangnya penduduk; penemuan-penemuan baru, termasuk penemuan di bidang teknologi informasi; pertentangan atau konflik; serta karena terjadinya revolusi. Kedua, faktor yang berasal dari luar masyarakat (sebab-sebab eksternal), antara lain faktor perubahan tersebut mencakup sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dan sebagainya. Ketiga, aktor interkasi sosial dengan masyarakat yang lebih maju, yakni dimana suatu masyarakat sering mengadakan kontak dengan masyarakatmasyarakat lain atau telah mempunyai sistem pendidikan yang maju.Keempat, faktor sistem lapisan sosial yang terbuka, penduduk heterogen serta ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu.
Responsifitas hukum terhadap aspek-aspek di luar hukum sesungguhnya telah menunjukkan, bahwa hukum tidak statis, melainkan dinamis. Buktinya, ketika hukum dalam proses konvergensi telematika, terlebih dahulu hukum merespons implikasi-implikasi dari hasil konvergensi telematika, dampak dari hasil proses konvergensi telematika tersebut kemudian menimbulkan terminologi-terminologi baru dalam ranah hukum, dari kemunculan terminologi-terminologi baru tersebut kemudian memunculkan paradigma baru dalam pemikiran hukum. Dalam konteks inilah kemudian hukum ikut menjadi dinamis. Berdasar uraian di atas melahirkan kesamaan persepsi bahwa perubahan atau dinamisme pada hukum didahului oleh terjadinya perubahan-perubahan pada masyarakat (perubahan sosial). Sehingga, dapat diasumsikan bahwa respons atau dinamisme hukum terhadap proses konvergensi telematika merupakan hasil dari perubahan sosial.
Masih dalam proses perubahan sosial, berkembangnya proses konvergensi telematika secara mendasar juga memberikan dampak perubahan budaya masyarakat dalam hal pemanfaatan teknologi. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya aspek kehidupan di masyarakat yang bersentuhan dengan aplikasi teknologi. Hal tersebut kemudian memunculkan istilah-istilah baru dalam relasinya dengan aktifitas kehidupan sosial masyarakat tersebut. Beberapa diantaranya adalah istilah, sepertiElectronic Government (E-GovernmentElectronic Banking (E-Banking), ElectronicCommerce (E-Commerce), Electronic Contract (E-Contract), Electronic Procurement(EProcurement), dan sebagainya.
Semakin banyaknya aspek kehidupan di masyarakat yang bersentuhan dengan aplikasi teknologi di sisi lain telah menyebabkan terbentuknya pola-pola perilaku yang berbeda dari sebelumnya, termasuk dalam hal ini adalah perubahan atau pergeseran dalam pola budaya hukum. Salah satu pergeseran tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pada saat ini maupun nantinya hukum akan berubah menjadi sekadar informasi tentang peraturan yang jumlahnya berlimpah-limpah, sehingga dibutuhkan paraspecialist yang menguasai informasi hukum. Dan ketika itu, yang dibutuhkan adalahlegal information engineers daripada dedicated legal professionals.
2.      Pelayanan hukum tidak lagi bersifat legal focus, melainkan berkembang menjadibusiness focus. Pelayanan hukum yang tadinya bersifat advokasi personal, One to one approach berubah menjadi one-to-many, dimana seorang operator komputer, melalui jaringan internet, dapat langsung melayani banyak orang sekaligus.
3.      Proses pelayanan hukum juga tidak lagi bersifat problem solving tetapi berubah menjadi pelayanan risiko, dimana setiap orang diberdayakan untuk secara mandiri menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi.
4.      Pelayanan hukum yang semula didasarkan atas time-based billing, juga akan mengubah menjadi commodity pricing. Orang tidak akan lagi membayar konsultasi berdasarkan hitungan jam, tetapi didasarkan atau perhitungan komoditi layanan.
5.      Selain itu, juga penting diperhatikan, karena makin kompleks dan banyaknya jumlah aturan yang dikuasai, akan muncul kesadaran mengenai pentingnya desiminasi dan sosialisasi hukum secara komprehensif dan berhasil guna. Jika selama ini, hukum dianggap cukup jika telah disahkan, diundangkan dan diterbitkan dalam Lembaran Negara atau Berita Negara sebagaimana mestinya, maka di masa kini dan mendatang, akan makin dirasakan bahwa penerbitan suatu peraturan (publication of law) lagi mencukupi. Makin berkembang kesadaran bahwa dibutuhkan usaha nyata untuk menyebarluaskan peraturanperaturan itu secara merata (promulgation of law),sehingga membantu proses penyadaran menyangkut aturan-aturan barn tengah-tengah masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya.
6.      Pelayanan hukum yang selama ini biasanya bersifat one-to-one man approach juga akan berubah menjadi one to-many approach. Satu orang yang menguasai informasi hukum melalui dukungan jaringan teknologi informasi dapat memberikan pelayanan informasi hukum kepada banyak orang, sehingga sifat pelayanan berubah dari reaktif(dalam rangka menjawab pertanyaan yang diajukan) menjadi proaktif, tidak lagi tergantung kepada pertanyaan yang muncul ataupun persoalan yang dihadapi.
7.      Saat ini, dimana pelayanan hukum cenderung bersifat restriktif (dalam arti membatasi layanan untuk kebutuhan yang terbatas bagi klien), juga ke depan akan mengalami perubahan, dimana pelayanan hukum akan berubah dari sifatnya yang cenderungrestriktif itu menjadi pelayanan yang memberdayakan klien (empowering)Dengan menggunakan jasa teknologi informasi yang dioperasikan secara benar, seseorang atau sekelompok orang atau bahkan banyak akan mendapatkan kesempatan memperluas pengetahuan dan menguasanya akan informasi hukum yang dibutuhkan dan memungkinkannya untuk mengatasi sendiri secara mandiri berbagai masalah hukum yang dihadapi.
8.      Orientasi pelayanan hukum sekarang dapat dikatakan bersifat mempertahankan dan melindungi diri (defensive). Dengan begitu, tugas utama para pengacara (advokad) adalah menjadi pelindung dalam upaya mempertahankan posisi hukum kliennya masing-masing, dan hal ini menjadikan kedudukan jasa pelayanan hukum bersifat sangat defensif. Dalam perubahan di masa yang akan datang, orientasi kerja jasa hukum akan makin pragmatis. Kedudukan klien juga tidak terlalu banyak tergantung kepada peranan pengacaranya yang selama sebagai patron. Di samping itu, persoalan-persoalan yang timbul yang memerlukan pelayanan jasa hukum juga makin tergantung pada soal-soal bisnis (business oriented), dari pada hanya berkisar pada soal-soal yang bersifat sangat legalistik.
9.      Dari segi prosesnya, pelayanan hukum tidak lagi berorientasi pada pemecahan masalah, melainkan lebih bersifat pengelolaan risiko. Artinya, risiko yang timbul karena terjadi permasalahan tidak lagi untuk dipecahkan, tetapi dikelola dengan sebaik-baiknya.
10.  Di masa depan, para pelayan hukum juga tidak lagi menyelesaikan sengketa, tetapi justru menanggulangi potensi persengketaan. Oleh karena itu, apabila saat ini masyarakat memerlukan publikasi-publikasi hukum (publication of law) yang banyak dan luas dalam rangka pemasyarakatan hukum, di masa yang akan datang yang lebih dibutuhkan orang adalah promulgation of law, yaitu penyebarluasan informasi hukum. Kongkrinya promulgasi hukum adalah bahwa hukum secara fisik merupakan informasi yang perlu disebarluaskan sebanyak mungkin seluas mungkin, sedangkan dalam pengertian publikasi hukum terkandung maksud yang lebih menekankan isi hukum, perlu dimasyarakatkan kepada publik.
Terhadap perkembangan konvergensi telematika yang telah mendorong terjadinya perubahan dalam paradigma hukum sebagaimana terurai di atas, setidaknya sistem hukum yang dibangun harus mampu membaca dan merespon proses perubahan tersebut dengan baik. Jika tidak, maka proses perubahan sosial yang didorong oleh revolusi dalam bidang teknologi ini akan menghadapi kendala-kendala di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, setidaknya terdapat 3 (tiga) elemen kebutuhan penting dalam merespon proses perubahan paradigma hukum tersebut, yaitu:
1.      Ketersediaan perangkat peraturan perundang-undangan yang bersifat instrumentalyang diharapkan memberikan manfaat dan mendukung proses perkembangan teknologi.
2.      Institusi perancang kebijakan serta pembuat peraturan (regulator) dan mengawasi pelaksanaannya (supervisor) serta mengendalikan para pihak yang terlibat dalam dunia telematika sebagai elemen yang bersifat institutional. Peran perancang kebijakan serta pengawasan ini dapat dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga otonom yang dibentuk oleh peraturan perundang-undangan.
3.      Elemen perilaku para penyedia dan pengguna teknologi informasi. Elemen ini dapat dikontrol melalui perangkat aturan yang tegas serta proses penegakan hukum yang kuat.

KESIMPULAN
Bagaimanapun, proses konvergensi telematika merupakan sebuah proses keniscayaan yang dampaknya mampu memicu perubahan-perubahan secara sosial, ekonomi hingga hukum. Dalam konteks hukum, konvergensi telematika telah menciptakan terminologi-terminologi hukum baru, dimana dari terminologi-terminologi baru tersebut akan menciptakan suatu cara pandang atau paradigma hukum baru. Karena, jika konteks perkembangan teknologi dilihat dalam perspektif yang lama (tradisional) maka hukum akan tertinggal dan dalam perkembangannya akan memicu ketidaktertiban di dalam masyarakat.



Sumber  :