Budaya Organisasi Menurut
Para Ahli- Kata budaya
(Culture) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu
Antropologi ; yang oleh Killman . et. Al (dalam Nimran, 2004 : 134) diartikan
sebagai Falsafah, ideologi, nila-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan
norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.
Kini
konsep tersebut telah pula mendapat tempat dalam perkembangan ilmu perilaku
organisasi, dan menjadi bahasan yang penting dalam literatur ilmiah dikedua
bidang itu dengan memakai istilah budaya organisasi
Ø Menurut Robbins (1999 : 282) semua
organsasi mempuyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan
standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik maupun tidak untuk
para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu kebanyakan
karyawan akan memahami budaya organiasi mereka
seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya
Ø Gibson (1997 : 372) mendefinisikan budaya organisasi
sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada
disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas
tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut
Dalam mempelajari
budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam sebuah organisasi,, dari
yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai pada yang tersembunyi. Schein
(dalam Mohyi 1996: 85) mengklasifikasikan budaya organisasi dalam tiga kelas,
antara lain :
1.
Artefak
Artefak merupakan
aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam
manifestasi nyata dari budaya organisasi
2.
Nilai-nilai yang mendukung
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi
3.
Asumsi dasar
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka
Sementara Lundberg
(dalam Mohyi, 1999:196)dalam studinya yang melanjutkan penelitian (pendapat)
Schein dan menjadikan tingkatan budaya organisasi sebagai topik utama
mengklasifikasikan budaya organisasi dalam empat kelas, yaitu
1)
Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2)
Perspektif
Perspektif adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota menyadari perspektif ini.
Perspektif adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota menyadari perspektif ini.
3)
Nilai
Nilai ini lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat organisasi dalam menjalankan misinya
Nilai ini lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat organisasi dalam menjalankan misinya
4)
Asumsi
Asumsi ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai
Asumsi ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai
Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya pada
umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi,
karena budaya merupakan gejala sosial. Menurut Ndraha (1997 : 21) ada beberapa
fungsi budaya, yaitu :
Sebagai identitas dan
citra suatu masyarakat
Sebagai pengikat suatu
masyarakat
Sebagai sumber
Sebagai kekuatan
penggerak
Sebagai kemampuan
untuk membentuk nilai tambah
Sebagai pola perilaku
Sebagai warisan
Sebagai pengganti formalisasi
Sebagai mekanisme
adaptasi terhadap perubahan
Sebagai proses yang
menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation – state
Sedangkan menurut
Robbins (1999:294) fungsi budaya didalam sebuah organisasi adalah :
Budaya mempunyai suatu
peran menetapkan tapal batas
Budaya berarti
identitas bagi suatu anggota organisasi
Budaya mempermudah
timbulnya komitmen
Budaya meningkatkan
kemantapan sistem sosial
Tipologi Budaya Organisasi
Ada beberapa tipologi budaya organisasi. Kotter dan Heskett (1998)
mengkategorisasi jenis budaya organisasi menjadi tiga yaitu budaya kuat dan
budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan strategik; dan budaya adaptif.
Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat dilihat oleh orang luar sebagai
memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya organisasi yang kuat ini nilai-nilai
yang dianut bersama itu dikonstruksi ke dalam semacam pernyataan misi dan
secara serius mendorong para manajer untuk mengikutinya. Karena akar-akarnya
sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang kuat cenderung tidak banyak berubah
walaupun ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins (1990) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
budaya yang kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti dipegang secara
intensif dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima
nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, maka
makin kuat pula budaya tersebut. Sebaliknya organisasi yang berbudaya lemah,
nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat sehingga jatidiri organisasi tidak
begitu menonjol dan kemungkinan besar nilai-nilai yang dianut pun berubah
setiap pergantian pimpinan atau sesuai dengan kebijakan pimpinan yang baru.
Jenis budaya yang cocok secara strategik memiliki perspektif yang
menegaskan tidak ada resep umum untuk menyatakan seperti apa hakikat budaya
yang baik itu, hanya apabila “cocok” dengan konteksnya. Konteks itu dapat
berupa kondisi objektif dari organisasinya, segmen usahanya yang dispesifikasi
oleh strategi organisasi atau strategi bisnisnya sendiri. Konsep kecocokan
sangat bermanfaat khususnya dalam menjelaskan perbedaanperbedaan kinerja jangka
pendek dan menengah. Esensi konsepnya mengatakan bahwa suatu budaya yang
seragam tidak akan berfungsi. Oleh karena itu, beberapa variasi dibutuhkan
untuk mencocokan tuntutan-tuntutan spesifik dari bisnis-bisnis yang berbeda
itu.
Budaya adaptif didasari pemikiran bahwa organisasi merupakan sistem terbuka
dan dinamis yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk
dapat meraih sukses dalam lingkungan yang senantiasa berubah, organisasi harus
tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dapat membaca
kecenderungan-kecenderungan penting dan melakukan penyesuaian secara cepat.
Budaya organisasi adaptif memungkinkan organisasi mampu menghadapi setiap
perubahan yang terjadi tanpa harus berbenturan dengan perubahan itu sendiri.
Selanjutnya, Luthans (1992) memaparkan karakteristik budaya organisasi
sebagai berikut:
Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi:
-Norma-norma
-Nilai-nilai yang dominan
-Filosofi
-Aturan-aturan
-Iklim organisasi.
Semua karakteristik budaya organisasi tersebut tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya, dalam arti bahwa unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya
yang berlaku dalam suatu jenis organisasi, baik yang berorientasi pada
pelayanan jasa maupun organisasi yang menghasilkan produk barang.
Robbins (1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya organisasi, yaitu:
-Inisiatif individu
-Toleransi terhadap risiko
-Pengarahan
-Integrasi
-Dukungan manajemen
-Pengawasan
-Identitas
-Sistem penghargaan
-Toleransi terhadap konflik
-Pola komunikasi.
Inisiatif individual adalah seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki
dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung jawab, kebebasan dan independensi
dari masing-masing anggota organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang
diberi wewenang dalam melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang
harus dipikul sesuai dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil
keputusan.
Toleransi terhadap risiko, menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia
didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau menghadapi risiko dalam
pekerjaannya. Pengarahan, hal ini berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi
dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil
kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas
dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan
dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit di dalam suatu organisasi
dengan koordinasi yang baik. Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh
para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap
bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang
digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas,
menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara
penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti
pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil
kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi terhadap konflik, menggambarkan
sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik
yang terjadi. Karakteristik yang terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas
pada hierarki formal dari setiap perusahaan.
source:
http://www.sarjanaku.com/2012/07/pengertian-budaya-organisasi-definisi.html
http://www.psychologymania.com/2013/01/tipologi-budaya-organisasi.html