ABSTRAK
Artikel ini hendak menjelaskan konvergensi telematika (telekomunikasi, media, dan informatika) sebagai sebuah fenomena yang telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam tatanan masyarakat yang menciptakan suatu masyarakat yang berorientasi pada informasi (information society) dan mengakibatkan terjadinya benturan paradigma hokum sehingga menciptakan paradigma hokum baru dalam sistem hukum yang selama ini dianut di Indonesia. Permasalahan yang diangkat adalah perubahan paradigma hukum seperti apa yang terjadi sebagai akibat adanya fenomena konvergensi telematika. Tujuan yang hendak dicapai adalah mencoba untuk menjelaskan bahwa proses konvergensi telematika yang saat ini terjadi telah menciptakan terminologi-terminologi baru dalam hukum sehingga dari munculnya terminologi-terminologi baru tersebut terjadi proses perubahan paradigma hukum. Proses perubahan tersebut dilihat juga sebagai dampak terjadinya perubahan secara sosial dan ekonomi yang dipicu oleh perkembangan teknologi informasi.
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi ternyata telah berdampak pada terjadinya perubahan pada tatanan masyarakat yang berbasiskan informasi, kreativitas intelektual dan ilmu pengetahuan. Kondisi tersebut telah meningkatkan aktifitas sosial, budaya dan ekonomi di dalam masyarakat, sehingga proses perubahan tersebut secara insidentil maupun by design telah membentuk suatu perubahan tatanan masyarakat baru. Proses perubahan tersebut kemudian tanpa disadari saat ini telah membuat dunia memasuki suatu era informasi (information age) yang telah menciptakan suatu masyarakat yang berorientasi pada informasi (information society), dimana informasi sebagai kebutuhan tidak lagi dipandang sebagai sebuah entitas pelengkap atau gaya hidup saja, namun sudah menjadi bagian dari kehidupan yang membantu “proses kehidupan” tersebut menjadi lebih mudah.
Perubahan bentuk masyarakat menjadi suatu masyarakat informasi memicu perkembangan teknologi informasi menjadi kian pesat sehingga terciptalah perangkat-perangkat informatika yang paling canggih dan jaringan sistem informasi yang kian rumit dan handal, serta mampu memenuhi permintaan semua lapisan masyarakat. Beberapa diantaranya ditandai dengan lahirnya produk-produk teknologi baru yang memadukan kemampuan sistem informasi dan sistem komunikasi yang berbasiskan sistem komputer yang selanjutnya terangkai dalam satu jaringan (network) sistem elektronik yang selama ini dikenal dengan istilah international networking (internet). Pesatnya perkembangan produk-produk teknologi baru tersebut pada akhirnya juga menyulitkan pemisahan teknologi informasi, baik antara telekomunikasi, media dan informatika merupakan dinamika konvergensi. Proses konvergensi tersebut menghasilkan sebuah revolusi “broadband” yang menciptakan berbagai aplikasi baru yang pada akhirnya mengaburkan pula batasan-batasan jenis layanan.
Suatu masyarakat informasi tentunya dalam upaya untuk mencapai tujuannya sangat
memerlukan instrumen hukum sebagai sebuah perangkat (tool) yang akan menjaga perubahan
tersebut agar dapat bekerja dengan baik dan tertib. Baik perubahan maupun ketertiban merupakan tujuan kembar dari masyarakat yang sedang membangun (dalam hal ini adalah masyarakat informasi), sehingga hukum menjadi suatu sarana yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam proses pembangunan khususnya di era konvergensi telematika yang saat ini terjadi .
Dinamika perubahan dalam konvergensi telematika tersebut tentunya akan “memaksa” hukum, baik dari sisi perangkat peraturannya maupun dari sisi infrastruktur penegakan hukumnya, untuk bisa beradaptasi dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dalam konvergensi di bidang teknologi telekomunikasi, media dan informatika tersebut. Jika tidak mampu beradaptasi, maka perubahan-perubahan tersebut akan menimbulkan beberapa permasalahan-permasalahan.
Kondisi tersebut tentunya akan mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi dalam paradigma hukum dan masyarakat, karena pemanfaatan yang luas dari adanya konvergensi teknologi telekomunikasi, media dan informatika tidak saja mempengaruhi aktifitas sosial, ekonomi dan teknologi informasi, namun juga telah mengarah pada terbentuknya suatu paradigma hukum yang baru, di mana di era globalisasi seperti sekarang ini mau tidak mau akan memaksa hukum menjadi terkonvergensi agar sejalan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh globalisasi.
Perubahan paradigma hukum tersebut diantaranya adalah keberadaan asas-asas dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku yang selama ini dibatasi oleh paradigma sektoral dan teritorial, kini seakan mengarah pada pola integrasi yang “memaksa” keberlakuan suatu paradigma hukum baru secara gelobal dan lintas sektoral akibat dari adanya proses globalisasi. Konsekwensinya, keberadaan fenomena konvergensi telematika yang saat ini ada seakan telah memudarkan batasanbatasan yang ada berikut lingkup perbedaannya di mana aturan-aturan hukum itu sendiri juga seakan telah berevolusi seiring dengan arus modernisasi dan perkembangan zaman.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dipilih dalam artikel ilimiah ini adalah metode penelitian hukum, dengan menggunakan Pendekatan Konseptual (conceptual approach), yaitu pendekatan ini beranjak dari teori-teori, pandangan-pandangan, dan doktrin-doktrin yang berkembang baik di dalam ilmu hukum maupun ilmu-ilmu lain yang terkait dengan obyek penelitian.
Bahan penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah Bahan Hukum, yaitu terdiri dari bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki tata urutan peraturan perundangan dan bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang terdiri dari: putusan pengadilan, buku-buku hukum, disertasi atau hasil-hasil penelitian hukum dan jurnal hukum atau artikel hukum yang diterbitkan di dalam maupun luar negeri. Disamping itu juga digunakan Bahan Non Hukum, yaitu bahan penelitian yang dipersiapkan untuk menambah, membandingkan, dan memperkaya analisis terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Bahan penelitian non hukum ini terdiri dari buku-buku atau literatur, hasil-hasil penelitian non-hukum, artikel-artikel maupun jurnal ilmiah yang berasal dari luar ilmu hukum yang masih memiliki relevansi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Selanjutnya analisis bahan penelitian yang digunakan adalah dengan cara deskriptif analitis, yang artinya memberikan penjelasan dan uraian secara sistematis dan komprehensif atas hasil-hasil yang diperoleh dari bahan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konvergensi telematika adalah fenomena yang tidak dapat dihindari di era globalisasi dan perkembangan masif teknologi informasi, dengan hadirnya konvergensi telamtika, dalam tataran sosiologis, telah mengalami perubahan signifikan pada tiga dimensi pola interkasi sosial manusia, yaitu: perilaku manusia (human action), interaksi antar-manusia (human interaction), dan hubungan antar manusia(human relations). Perubahan pola interaksi tersebut secara nyata ditunjukan dengan banyaknya hubungan dagang atau bisnis yang dilakukan, baik yang dilakukan oleh negara, perusahaan maupun individu, saat ini tanpa melalui pertemuan face to face(bertatap muka secara langsung), tanpa kertas (paperless), serta melewati batas-batas yurisdiksi teritorial hukum wilayah suatu negara.
Pola interaksi sebagaimana telah dijelaskan di atas kemudian secara perlahan dan bertahap memunculkan terminologi-terminologi hukum baru, seperti dokumen elektronik, tandatangan elektronik (digital signature), informasi elektronik, transaksi elektronik, sistem elektronik, kontrak elektronik, sertifikat elektronik, penyelenggara sistem elektronik dan sebagainya.
Terminologi-terminologi hukum baru tersebut dalam perkembangannya telah membentuk tanpa batas yang didukung oleh proses serba instan, fleksibel, murah dan masif. Karakter seperti ini akan menjadi tantangan baru bagi paradigma hukum yang saat ini eksis (baca: tradisional). Misalnya, dalam transaksi kontrak melalui e-commerce, identitas dari pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut sulit untuk diverifikasi, karena kedua belah pihak tidak saling bertemu secara fisik, melainkan hanya berinteraksi dan melakukan hubungan melalui media elektronik yang dinamakan internet.
Pada lingkup sebagaimana dijelaskan di atas, pergeseran paradigma hukum tradisional
sesungguhnya terjadi dalam beberapa hal, yaitu a). Pergeseran dari karakter tertulis menjadi tidak tertulis; b). Pergeseran dari wujud dokumen (paper) menjadi non dokumen (paperless); dan c). Pergeseran dari karakter konvensional menjadi e-based. Sehingga, dalam konteks kekinian, telah terjadi pergeseran paradigma hukum dari tradisional ke paradigma hukum modern yang dipicu oleh proses konvergensi telematika. Pergeseran paradigma hukum dari tradisional ke modern tersebut merupakan wujud respon hukum yang cenderung berinteraksi dengan aspek-aspek di luar hukum seperti ekonomi (bisnis dan perdagangan).
Dalam konteks ekonomi, pergeseran tersebut menimbulkan perubahan-perubahan yang cukup memberikan dampak yang luas, diantaranya adalah mengubah situasi pasar (marketplace), termasuk mengubah cara masyarakat dalam menjalankan bisnis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari hilangnya atau tergantikannya fungsi-fungsi perantara tradisional, berkembangnya berbagai macam produk dan pasar baru, terciptanya hubungan yang lebih dekat antara penjual dan konsumen, serta meningkatnya fleksibilitas dan adaptabilitas di dalam organisasi atau perusahaan. Serangkaian perubahan tersebut terjadi, akibat dari perdagangan elektronik yang dilaksanakan melalui medium internet memiliki pengaruh cukup besar dan telah tampil sebagai kekuatan pendorong (catalys effect). Selanjutnya dapat dilihat dari semakin meningkatnya interaktivitas dalam perekonomian. Artinya, jika selama ini interaktivitas lebih banyak terjadi dengan cara pertunjukan-pertunjukan promosi yang dilakukan oleh perusahaan secara langsung kepada calon konsumennya, maka dengan
hadirnya e-commerce terjadi pergeseran sedemikian rupa, sehingga perusahaan-perusahaan, baik lokal maupun global, cukup mempromosikan dirinya melalui media internet yang terkoneksi di telepon seluluer, komputer portable, laptop hingga televisi, sehingga terjadi interaktivitas yang semakin intens dan beragam antara individu-individu dengan dunia secara luas.
Dalam perkembangan selanjutnya, dimana perangkat yang digunakan untuk melakukan akses atau interaktivitas tersebut juga mengalami pergeseran, yaitu dari perangkat Personal Computer (PC) yang relatif mahal dan rumit berganti dengan perangkat-perangkat lain yang lebih murah dan lebih mudah digunakan, seperti laptop, telepon maupun perangkat-perangkat teknologi informasi lainnya. Meningkatnya interaktivitas serta pergeseran perangkat yang dipergunakan ini, secara luas masyarakat memiliki kemampuan yang semakin besar untuk berkomunikasi dan bertransaksi kapan dan dimana pun. Intinya, komunikasi serta transaksi tidak lagi harus terhambat oleh batas-batas ruang dan waktu.
Di sisi yang lain juga akan meningkatkan keterbukaan dan transparansi dalam proses bisnis. Hal ini dimungkinkan terjadi karena perangkat teknologi informasi yang digunakan sebagai media e-commerce membuka peluang bagi mitra-mitra bisnis serta konsumen untuk lebih mudah mengakses berbagai informasi dan database. Lebih dalam, dimana keterbukaan dan transparansi ini berkembang menjadi strategi yang menentukan keberhasilan perusahaan-perusahaan bagi yang melakukan bisnis e-commerce. Hal ini kemudian berimplikasi pada terjadinya perubahan pada peran konsumen, yakni, konsumen tidak lagi hanya menjadi sasaran atau target penjualan, melainkan konsumen juga berperan dan turut menentukan proses desain serta penciptaan produk.
Yang terakhir, e-commerce telah mengikis arti penting yang dimiliki oleh ruang dan waktu. Berkurangnya arti penting waktu ini, antara lain tercermin dari kecenderungan bahwa e-commerce dapat mempercepat siklus produksi, memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk melakukan koordinasi lebih erat, serta memungkinkan konsumen-konsumen dan perusahaan-perusahaan untuk melakukan transaksi-transaksi bisnis selama 24 jam penuh.
Dalam konteks sosial, proses konvergensi telematika dapat dilihat melalui proses perubahan sosial, yang diantaranya terefleksikan dalam bentuk perubahan pola perilaku masyarakat dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat informasi. Dengan adanya perubahan sosial tersebut menunjukkan bahwa proses konvergensi telematika terjadi tidak dengan sendirinya (tidak independen dan tidak otonom). Artinya adalah, proses konvergensi telematika hidup dan berkembang melalui proses sosial, yaitu diciptakan, diserap dan dilembagakan oleh manusia (baik oleh individu-individu, organisasi-organisasi, maupun oleh masyarakat) sebagai agen.
Sifat tidak independen atau tidak otonom dalam proses konvergensi telematika tersebut apabila dikaitkan dengan perubahan sosial maka menunjukkan bahwa konvergensi telematika sebagai hasil olah pikir manusia hanyalah merupakan enabling factor dan facilitating factor bagi terjadinya perubahan sosial, termasuk perubahan pada cara manusia dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Perubahan sosial dalam proses konvergensi telematika tersebut kemudian memfasilitasi terbentuknya struktur-struktur baru atau tatanan-tatanan baru yang dalam hal ini adalah paradigma hukum baru.
Keyakinan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: Pertama, faktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri (sebab-sebab internal). Faktor internal antara lain dapat disebutkan misalnya pertambahan penduduk atau berkurangnya penduduk; penemuan-penemuan baru, termasuk penemuan di bidang teknologi informasi; pertentangan atau konflik; serta karena terjadinya revolusi. Kedua, faktor yang berasal dari luar masyarakat (sebab-sebab eksternal), antara lain faktor perubahan tersebut mencakup sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dan sebagainya. Ketiga, aktor interkasi sosial dengan masyarakat yang lebih maju, yakni dimana suatu masyarakat sering mengadakan kontak dengan masyarakatmasyarakat lain atau telah mempunyai sistem pendidikan yang maju.Keempat, faktor sistem lapisan sosial yang terbuka, penduduk heterogen serta ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu.
Responsifitas hukum terhadap aspek-aspek di luar hukum sesungguhnya telah menunjukkan, bahwa hukum tidak statis, melainkan dinamis. Buktinya, ketika hukum dalam proses konvergensi telematika, terlebih dahulu hukum merespons implikasi-implikasi dari hasil konvergensi telematika, dampak dari hasil proses konvergensi telematika tersebut kemudian menimbulkan terminologi-terminologi baru dalam ranah hukum, dari kemunculan terminologi-terminologi baru tersebut kemudian memunculkan paradigma baru dalam pemikiran hukum. Dalam konteks inilah kemudian hukum ikut menjadi dinamis. Berdasar uraian di atas melahirkan kesamaan persepsi bahwa perubahan atau dinamisme pada hukum didahului oleh terjadinya perubahan-perubahan pada masyarakat (perubahan sosial). Sehingga, dapat diasumsikan bahwa respons atau dinamisme hukum terhadap proses konvergensi telematika merupakan hasil dari perubahan sosial.
Masih dalam proses perubahan sosial, berkembangnya proses konvergensi telematika secara mendasar juga memberikan dampak perubahan budaya masyarakat dalam hal pemanfaatan teknologi. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya aspek kehidupan di masyarakat yang bersentuhan dengan aplikasi teknologi. Hal tersebut kemudian memunculkan istilah-istilah baru dalam relasinya dengan aktifitas kehidupan sosial masyarakat tersebut. Beberapa diantaranya adalah istilah, sepertiElectronic Government (E-Government) Electronic Banking (E-Banking), ElectronicCommerce (E-Commerce), Electronic Contract (E-Contract), Electronic Procurement(EProcurement), dan sebagainya.
Semakin banyaknya aspek kehidupan di masyarakat yang bersentuhan dengan aplikasi teknologi di sisi lain telah menyebabkan terbentuknya pola-pola perilaku yang berbeda dari sebelumnya, termasuk dalam hal ini adalah perubahan atau pergeseran dalam pola budaya hukum. Salah satu pergeseran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pada saat ini maupun nantinya hukum akan berubah menjadi sekadar informasi tentang peraturan yang jumlahnya berlimpah-limpah, sehingga dibutuhkan paraspecialist yang menguasai informasi hukum. Dan ketika itu, yang dibutuhkan adalahlegal information engineers daripada dedicated legal professionals.
2. Pelayanan hukum tidak lagi bersifat legal focus, melainkan berkembang menjadibusiness focus. Pelayanan hukum yang tadinya bersifat advokasi personal, One to one approach berubah menjadi one-to-many, dimana seorang operator komputer, melalui jaringan internet, dapat langsung melayani banyak orang sekaligus.
3. Proses pelayanan hukum juga tidak lagi bersifat problem solving tetapi berubah menjadi pelayanan risiko, dimana setiap orang diberdayakan untuk secara mandiri menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi.
4. Pelayanan hukum yang semula didasarkan atas time-based billing, juga akan mengubah menjadi commodity pricing. Orang tidak akan lagi membayar konsultasi berdasarkan hitungan jam, tetapi didasarkan atau perhitungan komoditi layanan.
5. Selain itu, juga penting diperhatikan, karena makin kompleks dan banyaknya jumlah aturan yang dikuasai, akan muncul kesadaran mengenai pentingnya desiminasi dan sosialisasi hukum secara komprehensif dan berhasil guna. Jika selama ini, hukum dianggap cukup jika telah disahkan, diundangkan dan diterbitkan dalam Lembaran Negara atau Berita Negara sebagaimana mestinya, maka di masa kini dan mendatang, akan makin dirasakan bahwa penerbitan suatu peraturan (publication of law) lagi mencukupi. Makin berkembang kesadaran bahwa dibutuhkan usaha nyata untuk menyebarluaskan peraturanperaturan itu secara merata (promulgation of law),sehingga membantu proses penyadaran menyangkut aturan-aturan barn tengah-tengah masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya.
6. Pelayanan hukum yang selama ini biasanya bersifat one-to-one man approach juga akan berubah menjadi one to-many approach. Satu orang yang menguasai informasi hukum melalui dukungan jaringan teknologi informasi dapat memberikan pelayanan informasi hukum kepada banyak orang, sehingga sifat pelayanan berubah dari reaktif(dalam rangka menjawab pertanyaan yang diajukan) menjadi proaktif, tidak lagi tergantung kepada pertanyaan yang muncul ataupun persoalan yang dihadapi.
7. Saat ini, dimana pelayanan hukum cenderung bersifat restriktif (dalam arti membatasi layanan untuk kebutuhan yang terbatas bagi klien), juga ke depan akan mengalami perubahan, dimana pelayanan hukum akan berubah dari sifatnya yang cenderungrestriktif itu menjadi pelayanan yang memberdayakan klien (empowering). Dengan menggunakan jasa teknologi informasi yang dioperasikan secara benar, seseorang atau sekelompok orang atau bahkan banyak akan mendapatkan kesempatan memperluas pengetahuan dan menguasanya akan informasi hukum yang dibutuhkan dan memungkinkannya untuk mengatasi sendiri secara mandiri berbagai masalah hukum yang dihadapi.
8. Orientasi pelayanan hukum sekarang dapat dikatakan bersifat mempertahankan dan melindungi diri (defensive). Dengan begitu, tugas utama para pengacara (advokad) adalah menjadi pelindung dalam upaya mempertahankan posisi hukum kliennya masing-masing, dan hal ini menjadikan kedudukan jasa pelayanan hukum bersifat sangat defensif. Dalam perubahan di masa yang akan datang, orientasi kerja jasa hukum akan makin pragmatis. Kedudukan klien juga tidak terlalu banyak tergantung kepada peranan pengacaranya yang selama sebagai patron. Di samping itu, persoalan-persoalan yang timbul yang memerlukan pelayanan jasa hukum juga makin tergantung pada soal-soal bisnis (business oriented), dari pada hanya berkisar pada soal-soal yang bersifat sangat legalistik.
9. Dari segi prosesnya, pelayanan hukum tidak lagi berorientasi pada pemecahan masalah, melainkan lebih bersifat pengelolaan risiko. Artinya, risiko yang timbul karena terjadi permasalahan tidak lagi untuk dipecahkan, tetapi dikelola dengan sebaik-baiknya.
10. Di masa depan, para pelayan hukum juga tidak lagi menyelesaikan sengketa, tetapi justru menanggulangi potensi persengketaan. Oleh karena itu, apabila saat ini masyarakat memerlukan publikasi-publikasi hukum (publication of law) yang banyak dan luas dalam rangka pemasyarakatan hukum, di masa yang akan datang yang lebih dibutuhkan orang adalah promulgation of law, yaitu penyebarluasan informasi hukum. Kongkrinya promulgasi hukum adalah bahwa hukum secara fisik merupakan informasi yang perlu disebarluaskan sebanyak mungkin seluas mungkin, sedangkan dalam pengertian publikasi hukum terkandung maksud yang lebih menekankan isi hukum, perlu dimasyarakatkan kepada publik.
Terhadap perkembangan konvergensi telematika yang telah mendorong terjadinya perubahan dalam paradigma hukum sebagaimana terurai di atas, setidaknya sistem hukum yang dibangun harus mampu membaca dan merespon proses perubahan tersebut dengan baik. Jika tidak, maka proses perubahan sosial yang didorong oleh revolusi dalam bidang teknologi ini akan menghadapi kendala-kendala di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, setidaknya terdapat 3 (tiga) elemen kebutuhan penting dalam merespon proses perubahan paradigma hukum tersebut, yaitu:
1. Ketersediaan perangkat peraturan perundang-undangan yang bersifat instrumentalyang diharapkan memberikan manfaat dan mendukung proses perkembangan teknologi.
2. Institusi perancang kebijakan serta pembuat peraturan (regulator) dan mengawasi pelaksanaannya (supervisor) serta mengendalikan para pihak yang terlibat dalam dunia telematika sebagai elemen yang bersifat institutional. Peran perancang kebijakan serta pengawasan ini dapat dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga otonom yang dibentuk oleh peraturan perundang-undangan.
3. Elemen perilaku para penyedia dan pengguna teknologi informasi. Elemen ini dapat dikontrol melalui perangkat aturan yang tegas serta proses penegakan hukum yang kuat.
KESIMPULAN
Bagaimanapun, proses konvergensi telematika merupakan sebuah proses keniscayaan yang dampaknya mampu memicu perubahan-perubahan secara sosial, ekonomi hingga hukum. Dalam konteks hukum, konvergensi telematika telah menciptakan terminologi-terminologi hukum baru, dimana dari terminologi-terminologi baru tersebut akan menciptakan suatu cara pandang atau paradigma hukum baru. Karena, jika konteks perkembangan teknologi dilihat dalam perspektif yang lama (tradisional) maka hukum akan tertinggal dan dalam perkembangannya akan memicu ketidaktertiban di dalam masyarakat.
Sumber :